Perempuan dan Tungku Api
oleh: Desferansyah Nabela
Berbicara perempuan tentunya tak lepas dari banyak perdebatan teori maupun praktik. Ada yg beranggapan perempuan dengan sejuta konstruk yg dibuat manusia. Baik itu makhluk yang lemah lembut, tukang cuci piring dirumah, penyaji kopi dan berbagai aktivitas domestik yang dilabeli sebagai pekerjaan wajib yang harus bisa dilakukan oleh seorang perempuan. Sampai pada yang mengatakan perempuan adalah manusia yang tidak membutuhkan laki laki atas nama kesetaraan.
Bagi penulis sendiri, berbicara perempuan bukan tentang tugas rumah yang seabrek ditambah kewajiban melayani suami seolah menikah hanya persoalan selangkangan semata. Juga bukan tentang perempuan yang harus bangkit melawan laki laki sehingga tidak membutuhkan laki laki untuk menemani juang hidupnya. Perempuan adalah manusia. Yang bagaimanapun artinya harus mampu sinergis dengan manusia lainnya dalam hal apapun tanpa harus memeriksa terlebih dahulu apa yang ada di tengah selangkangannya. Karna sejatinya menjaga kewarasan dan akal sehat adalah hak bagi seluruh makhluk Nya.
Bukan hal yang aneh jika pada suatu acara atau agenda apapun dan dimana pun, dapur menjadi kunci utama penyelenggaraan nya. Karna bagaimanapun acaranya tanpa pemenuhan logistik yang baik sudah tentu tidak akan berjalan maksimal. Penulis ingat slogan sahabat sahabat rayon sewaktu di bangku kuliah "logika tanpa logistik = anarkis". Pointnya adalah, bisakah kita berpikir jernih dengan kondisi perut yang kosong?
Bukan hal yang aneh jika pada suatu acara atau agenda apapun dan dimana pun, dapur menjadi kunci utama penyelenggaraan nya. Karna bagaimanapun acaranya tanpa pemenuhan logistik yang baik sudah tentu tidak akan berjalan maksimal. Penulis ingat slogan sahabat sahabat rayon sewaktu di bangku kuliah "logika tanpa logistik = anarkis". Pointnya adalah, bisakah kita berpikir jernih dengan kondisi perut yang kosong?
Berbicara soal pemenuhan perut yang sangat sensitif ini, tentu tidak pernah lepas dari domestifikasi peran sosial yang sudah kita ketahui pasti berujung pada kristalisasi tugas perempuan. Dapur adalah tempat ibadah perempuan, katanya.
Sepakat tidak sepakat, penulis sendiri punya pandangan yang berbeda mengenai statment ini.
Menurut penulis sendiri, berbicara dapur artinya juga berbicara aktivitas memasak. Sangat disayangkan jika memasak harus di patok dengan ukuran jenis kelamin. Memasak sendiri merupakan aktivitas pemenuhan kebutuhan primer dalam artian disini adalah kebutuhan perut. Seharusnya memang tidak perlu melihat isi celana nya saat kita ingin memasak, tapi berbicara siapa yang mempunyai kesadaran individual pada saat itu.
Artinya bahwa disini bisa kita sepakati bersama memasak adalah aktivitas bersama. Laki laki maupun perempuan atau bisexual sekalipun sebagai usaha pemenuhan kebutuhan perut manusia.
Namun realitas yang terjadi hari ini sangat disayangkan. Penulis cukup menarik nafas yang panjang saat menemui beberapa fakta bahwa perempuan saat ini justru menjadikan kesetaraan sebagai alasan untuk malas melakukan aktivitas domestik sehari hari. Padahal kebiasan dalam mengartikan 'kesetaraan' ini cukup fatal jika hanya dijadikan kesadaran palsu bagi perempuan masa kini.
Maksudnya adalah, domestifikasi peran sosial memang perlu diperbaiki makna nya jika di pergunakan untuk memperkuat budaya patriarkal yang di bawa oleh sekelompok orang yang ingin memperlakukan perempuan dengan semena mena.
Disisi lain perempuan juga harus mau menyadari bahwa ternyata aktivitas domestik itu adalah kemampuan dasar untuk bertahan hidup. harus ada kemauan untuk belajar guna mempersiapkan pola pertahanan diri dimasa depan. dengan demikian tidak ada lagi cekcok atau biasa dalam penafsiran peran dapur itu sendiri.
Sepakat tidak sepakat, penulis sendiri punya pandangan yang berbeda mengenai statment ini.
Menurut penulis sendiri, berbicara dapur artinya juga berbicara aktivitas memasak. Sangat disayangkan jika memasak harus di patok dengan ukuran jenis kelamin. Memasak sendiri merupakan aktivitas pemenuhan kebutuhan primer dalam artian disini adalah kebutuhan perut. Seharusnya memang tidak perlu melihat isi celana nya saat kita ingin memasak, tapi berbicara siapa yang mempunyai kesadaran individual pada saat itu.
Artinya bahwa disini bisa kita sepakati bersama memasak adalah aktivitas bersama. Laki laki maupun perempuan atau bisexual sekalipun sebagai usaha pemenuhan kebutuhan perut manusia.
Namun realitas yang terjadi hari ini sangat disayangkan. Penulis cukup menarik nafas yang panjang saat menemui beberapa fakta bahwa perempuan saat ini justru menjadikan kesetaraan sebagai alasan untuk malas melakukan aktivitas domestik sehari hari. Padahal kebiasan dalam mengartikan 'kesetaraan' ini cukup fatal jika hanya dijadikan kesadaran palsu bagi perempuan masa kini.
Maksudnya adalah, domestifikasi peran sosial memang perlu diperbaiki makna nya jika di pergunakan untuk memperkuat budaya patriarkal yang di bawa oleh sekelompok orang yang ingin memperlakukan perempuan dengan semena mena.
Disisi lain perempuan juga harus mau menyadari bahwa ternyata aktivitas domestik itu adalah kemampuan dasar untuk bertahan hidup. harus ada kemauan untuk belajar guna mempersiapkan pola pertahanan diri dimasa depan. dengan demikian tidak ada lagi cekcok atau biasa dalam penafsiran peran dapur itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar